Resensi: Lingkar Sajadah
“Menulis bukan sekedar merangkai kata-kata, menulis membuat spektrum cahaya lebih berarti” (Arthur Mecca)
Anak muda memiliki energi khusus dalam fase hidupnya. Mencari sisi kehidupan, menerka kelak menjadi apa. Tidak ada kepastian hidup yang akan didapatkan. Hanya mimpi dan cita yang menjadi harapan. Namun, semua itu akan sirna tatkala anak muda berupaya mengaktualisasikan energi mereka dalam sebuah karya.
Semangat penulis buku Lingkar Sajadah dalam menuangkan imajinasi mereka adalah konklusi dari sebuah harapan. Membangun kata demi kata, menuju paragraf dan melegalkan pada sebuah cerita yang menarik. Tentunya ke”mau”an yang tinggi dari penulis muda dengan segala aktifitasnya dalam menimba ilmu di pesantren dan di sekolah.
Dengan membaca buku ini, pertama kita akan di ajak berpetualang pada masa remaja yang penuh gejolak. Masa pencarian identitas diri. Masa yang penuh dengan harapan dan harapan. Tentunya bagaimana seorang gadis yang sangat mencintai Barcelona menemukan sisi hidupnya di pondok pesantren.
Meninggalkan kampung halaman dengan iringan do’a dari orang tua mereka. Melepas anaknya dengan senyum dan merelakannya untuk tidak menatap dalam keseharian. Tiada lagi tawa, tangis dan manja mereka.
Mereka beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Tangis malam usai berpisah merupakan pemandangan yang biasa. Mencoba tegar diantara selimut malam. Perlahan mereka temukan keindahan pesantren, bahkan mencintai pesantren daripada apapun.
Mereka berproses dengan lingkaran waktu. Lingkaran tanpa putus yang beralaskan sajadah. Alas yang yang penuh dengan do’a-do’a dan berisi dialektika masa depan. Bersama membagun ruang-ruang ilmu dalam kehidupan malam di pesantren. Jam tidur mereka terjang dengan produktifitas masa muda.
Pada cerita kedua, pembaca akan disajikan suasana istana kecil penuh cinta. Gadis tomboi yang menemukan cinta sejati di pesantren. Lika-liku metamorfosa kehidupan yang dipadukan dengan misteri yang akan membuat pembaca larut didalamnya.
Okaerinasai! Pada cerita ketiga, bercerita tentang persahabatan di negeri sakura. Kerinduan yang mendalam atas penjelajahan dari seorang sahabat yang berpindah-pindah dari Swiss, Prancis, Canberra, Roma, Amsterdam, lalu akhirnya kembali ke Kyoto. Penulis bercerita dengan gaya bahasa yang berbeda dan imajinatif. Sungguh penulis ini mampu bercerita menembus batas usianya.
Buku ini ditulis oleh santri Tebuireng yang sedang menimba ilmu di salah satu unit Pesantren Tebuireng, yakni di SMA A. Wahid Hasyim. Penulis menyadari bahwa pentingnya menulis sebagai passion di lingkar pendidikan non akademik. Mengaktualisasikan sebuah kebiasaan yang ditunjang dengan pengalaman yang menakjubkan sebagai seorang santri.
Judul Buku : Lingkar Sajadah
Jenis : Antologi Novelet
Penulis : Faiz Faiqoh, Riska Bela Adinda Rosita, Mumtaz Nabila Ulfah
Tebal : IV+ 132 hlm; 12 x 17.5 cm
ISBN : 978-602-8805-52-0
Penerbit : Pustaka Tebuireng
Recent Posts
Segala-galanya Ambyar: Harapan di Tengah Kekacauan
Kita hidup di zaman yang menarik. Segala sesuatu tampaknya lebih baik dari sebelumnya—teknologi maju, makanan…
7 Pantun Indra Jegel: Menyatukan Medan, Melayu, dan Kearifan Lokal dalam Lantunan Rima
Pantun, sebagai bentuk puisi tradisional, selalu punya tempat di hati masyarakat Melayu. Tapi, siapa sangka…
Menemukan Makna Sejati: Panduan Praktis Menemukan MENGAPA dalam Hidup dan Karier
Dalam kehidupan dan karier, banyak orang merasa terjebak dalam rutinitas tanpa memahami alasan mendasar mengapa…
Review Buku Diet & Detoks Gadget: Dampak Penggunaan Gadget untuk Kesehatan Digital Keluarga
Gadget telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita. Mulai dari komunikasi, hiburan, hingga pekerjaan,…
Telaah Kritis Buku Filosofi Teras Karya Henry Manampiring
Dalam dunia yang terus bergerak cepat dengan segala tantangan kehidupan modern, seringkali kita mencari pegangan…
Kata-Kata Lucu Indra Jegel: Hiburan Ringan yang Mengocok Perut
Siapa yang tidak kenal dengan Indra Jegel? Komika asal Medan ini telah berhasil mencuri hati…