Pemikiran Islam & Isu Sosial

Melipat Luka, Merenda Asa, Merajut Cita

Reading Time: 3 minutes

Dalam hitungan hari 2025 segera undur diri, sirna di ujung senja. Kalender baru telah bersiap menampakkan diri seiring terbitnya sang fajar di ufuk timur: Selamat Datang 2026. Kita semua patut bersyukur masih diberikan umur dalam menyelesaikan perjalanan hidup pada seperempat abad pertama di era milenium ketiga. Perjalanan penuh cerita, kerap diterpa duka, namun tak jarang berselimut suka cita. Mana yang paling berkesan, otonomi pikiran kita yang menentukan pilihan.

Masih soal hidup dan kehidupan. Peringatan Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari melalui Ibnu Abbas patut selalu kita insafi: “dua nikmat besar dari Allah yang seringkali diabaikan manusia adalah sehat dan waktu luang”. Manusia dengan berbagai perbedaan usia maupun urusan yang diemban, kerap terjebak pada obsesi mengejar nikmat yang beraneka ragam: harta benda melimpah, jabatan dan kedudukan tinggi, bahkan popularitas menjulang. Padahal semua itu tiada berarti jika jasadnya diinvasi penyakit dan waktunya penuh sesak dengan segala perkara.

Kemalangan yang pernah kita alami kerap kali dipelihara sepanjang waktu, sambil meratap penuh nestapa. Di situlah trade-off (meminjam istilah ekonomi) tak bisa dihindari, ribuan nikmat yang diterima tak banyak disyukuri. Bayangkan sejak mata terpejam, raga kembali terbangun masih dihuni ruh yang sama, udara yang dihirup, air yang diminum, makanan yang dikunyah, panca indera yang masih berfungsi, termasuk keselamatan dari marabahaya, tidak pernah dikalkulasi sebagai kenikmatan sejati. Maha Benar Allah yang telah menyematkan identitas manusia sebagai makhluk yang kelewat zalim dan bodoh (QS. Al-Ahzab, ayat 72).

Catatan muhasabah (introspeksi) di atas menjadi bekal kita untuk menutup 2025 dengan lapang dada, sekaligus mengumpulkan segenap daya dan upaya untuk mempersiapkan diri dengan pikiran lebih jernih dan lebih positif. Prasangka baik kepada Tuhan harus ditanam dalam-dalam sebagai keyakinan, peluang-peluang baru harus diciptakan, kompetensi dan kapasitas diri harus diasah lebih tajam, serta cita-cita mulia yang terukur harus digantung setinggi langit di angkasa.

Merawat Harapan

Cerita kerumitan sepanjang 2025 patut kita lipat bak lipatan kertas bekas penuh coretan. Buang atau disimpan pada tempat yang paling susah dijangkau, kecuali benar-benar dibutuhkan sebagai referensi pembelajaran. Investasi yang rugi, usaha yang bangkrut, karir yang terhenti, pekerjaan yang tidak diperpanjang, kepercayaan yang dikhianati, termasuk organisatoris yang kesulitan merekrut kader dan tidak memiliki sekretariat, harus dikemas sebagai pengalaman berharga karena tidak bisa didapatkan dari buku dan bangku perkuliahan.

Bisa jadi pengalaman buruk yang menimpa sepanjang tahun tersebut adalah buah dari ketidakdisiplinan dalam mengamalkan ilmu pengetahuan yang telah kita pelajari: perencanaan tidak matang, kalkulasi tidak cermat, komunikasi tidak rapi, pengembangan jaringan tidak serius, tim tidak solid, bahkan manajemen waktu tidak baik. Apabila itu semua terkonfirmasi, ingatlah pesan Nelson Mandela yang monumental: “lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan.”

Kesalahan-kesalahan teknis penyebab kemalangan segera diperbaiki, kekurangan sumber daya lekas dipenuhi, dan momentum perubahan harus diciptakan, sebagai bahan bakar utama untuk menyalakan harapan yang akan diperjuangkan satu tahun mendatang.

Asa dan harapan yang ditopang dengan semangat perbaikan (bukan sekedar penyesalan) dan kerja keras untuk maju, adalah awal dari tersemai dan berkembang biaknya cita-cita mulia. Keberanian untuk melepaskan diri dari zona nyaman merupakan energi perubahan yang akan mempercepat tercapainya deretan mimpi yang disematkan di langit tinggi.

Kerangka konseptual multidisiplin ilmu seperti teori manajemen (George R. Terry, 1972), teori pembangunan (David Easton, 1985 & Amartya Sen, 1998), maupun teori perencanaan (Moh. Hatta & Widjojo Nitisastro) dapat dijadikan panduan dalam proses mengarahkan sumber daya terbatas untuk mencapai tujuan yang lebih baik, dengan melibatkan pilihan sadar atas tujuan, metode efisien, serta integrasi berbagai perspektif. Konsep-konsep tersebut menawarkan formula untuk mengatasi kegagalan dan memobilisasi sumber daya untuk kesejahteraan dan keadilan, termasuk pengembangan sumber daya manusia (SDM) sebagai fokus utama.

Menutup catatan ini saya ingin menyematkan pesan dari dua pemengaruh kenamaan. Pertama Ben Carson (1992), seorang direktur bedah saraf anak di Johns Hopkins Hospital Amerika Serikat yang dengan lantang mengajak kita berfikir besar untuk mengembangkan potensi dalam meraih keunggulan, yang ia sematkan dalam sebuah judul buku “Think Big: Unleashing Your Potential for Excellence”. Kedua Setyono Djuandi Darmono (2019) seorang pendiri Jababeka, pengembang kota mandiri terkemuka di Indonesia. Ia menyampaikan kiat hidup sangat menarik, yang menekankan pada setiap pribadi untuk berfikir besar, bergegas mulai dari yang kecil, lalu bergerak cepat. Pesan itu ia tuliskan dalam sebuah buku berjudul: “Think Big, Start Small, Move Fast”. Kesuksesan adalah harga yang harus dibayar dengan nilai tukar kehidupan (the currency of life), bukan tujuan akhir dari suatu perjalanan maupun perjuangan. Disiplin waktu yang ketat, kerja jauh lebih keras dari orang kebanyakan, merelakan berkurangnya jatah tubuh istirahat, dan berkompromi dengan ketidaknyamanan adalah uraian dari nilai tukar tersebut. Musisi sederhana asal wilayah timur Indonesia yang karyanya menggetarkan jagat raya, Raim Laode, menuturkan: “jika ingin sukses, maka berdamailah dengan ketidaknyamanan“. (Hadi Prayitno)

NgajiGalileo

Recent Posts

Pemicu Timbulnya Stress pada Orang yang Sedang Mengerjakan Skripsi

Skripsi merupakan tugas akhir yang wajib diselesaikan oleh mahasiswa sarjana sebagai syarat kelulusan. Proses penyusunan…

1 minggu ago

Mental Health: Skripsi=Stres? Ngaji Galileo #4

Di dunia akademik, skripsi sering jadi momok yang menakutkan. Ada yang resah sejak judul belum…

3 minggu ago

Bencana dan Tanggung Jawab Kader Eksakta

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 22.468 kejadian bencana dalam kurun 2020 hingga 2024, didominasi…

3 minggu ago

MERAWAT ASA GERAKAN PENCERAHAN

Sepekan belakangan, di pengujung November 2025, saya tidak membuka gawai untuk mengistarahatkan wadak yang menggugat…

4 minggu ago

Apakah Benar Pesantren Mencerminkan Feodalisme? – NgajiGalileo#3

Pernahkah kamu berpikir, bagaimana sebenarnya sistem sosial di pesantren terbentuk? Mengapa pola hubungan antara kiai…

1 bulan ago

Berorganisasi Menciptakan Holopis Kuntul Baris

10 September 2025, NGAJI GALILEO Part #1 diselenggarakan, awal untuk membuka semangat baru untuk mempertemukan…

4 bulan ago