Pemicu Timbulnya Stress pada Orang yang Sedang Mengerjakan Skripsi
Skripsi merupakan tugas akhir yang wajib diselesaikan oleh mahasiswa sarjana sebagai syarat kelulusan. Proses penyusunan skripsi sering kali menjadi momen yang penuh tantangan, di mana mahasiswa harus melakukan riset mendalam, menganalisis data, dan menyusun laporan secara sistematis. Namun, di balik manfaatnya sebagai pembelajaran, skripsi juga kerap menjadi sumber stres bagi banyak orang.
Stres ini bisa muncul dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal, yang memengaruhi kesehatan mental dan fisik mahasiswa. Menurut penelitian, stres akademik pada mahasiswa semester akhir sering kali mencapai tingkat sedang hingga berat, dipengaruhi oleh tuntutan yang tinggi.
Artikel ini akan membahas pemicu utama timbulnya stres pada mereka yang sedang mengerjakan skripsi, berdasarkan berbagai studi dan analisis teori psikologi.
Bagian Pertama: Realitasnya
Kesulitan Mencari Referensi dan Bahan Penelitian
Salah satu pemicu stres yang paling umum adalah keterbatasan akses terhadap referensi yang relevan.
Mahasiswa sering mengalami kesulitan dalam mencari jurnal, buku, atau data pendukung yang sesuai dengan topik skripsi mereka.
Hal ini bisa disebabkan oleh kurangnya pemahaman awal tentang metodologi penelitian atau keterbatasan sumber daya perpustakaan.
Sebuah studi menemukan bahwa sekitar 36% mahasiswa merasa stres karena referensi yang kurang dan sulit dicari, yang pada akhirnya memperlambat proses penyusunan.
Ketika bahan tidak mudah ditemukan, mahasiswa cenderung merasa cemas dan tertekan, terutama jika deadline semakin dekat.
Masalah dengan Dosen Pembimbing
Peran dosen pembimbing sangat krusial dalam proses skripsi, tetapi sering kali menjadi sumber stres utama.
Faktor seperti kesulitan berkomunikasi, jadwal yang padat, atau feedback yang kurang konstruktif dapat memperburuk situasi.
7 Penelitian menunjukkan bahwa “role of supervisor” menjadi faktor penyebab stres berat hingga 84% pada mahasiswa, karena dosen yang sulit dihubungi atau kurang responsif.
Hambatan ini membuat mahasiswa merasa sendirian dalam menghadapi masalah, yang pada gilirannya meningkatkan tingkat kecemasan dan ketakutan gagal.
Tekanan Waktu dan Beban Akademik
Deadline ketat dan beban akademik yang berat sering menjadi pemicu stres. Mahasiswa yang mengerjakan skripsi biasanya masih memiliki mata kuliah lain, tugas, atau bahkan pekerjaan paruh waktu, yang membuat manajemen waktu menjadi sulit.
Stres akademik ini termasuk dalam kategori tuntutan eksternal, di mana harapan dari universitas dan diri sendiri bertabrakan.
Selain itu, faktor seperti adaptasi dengan lingkungan baru atau masalah finansial juga memperburuk kondisi, karena mahasiswa harus menyeimbangkan antara riset dan kebutuhan sehari-hari.
Faktor Intrapersonal dan Interpersonal
Stres tidak hanya datang dari luar, tetapi juga dari dalam diri mahasiswa. Faktor intrapersonal seperti kecemasan, ketakutan gagal, atau rasa malas dapat menjadi pemicu internal yang signifikan.
Sementara itu, faktor interpersonal melibatkan hubungan sosial, seperti kurangnya dukungan dari teman, keluarga, atau rekan mahasiswa. Penelitian mengindikasikan bahwa dukungan sosial yang buruk dapat memengaruhi tingkat stres, karena mahasiswa merasa terisolasi selama proses penyusunan.
Selain itu, sumber stres lain termasuk tekanan sosial dari lingkungan sekitar, yang mengharapkan kelulusan cepat.
Faktor Lingkungan dan Eksternal Lainnya
Lingkungan kampus atau kehidupan sehari-hari juga berkontribusi terhadap stres. Misalnya, perubahan lingkungan baru bagi mahasiswa rantau, atau isu seperti pandemi yang memengaruhi akses riset lapangan.
Studi menyebutkan empat sumber stres utama: interpersonal, intrapersonal, akademik, dan lingkungan, yang semuanya saling terkait selama mengerjakan skripsi.
Tekanan ini bisa berdampak pada kesehatan mental, seperti insomnia, kehilangan nafsu makan, atau bahkan depresi jika tidak dikelola dengan baik.
Bagian Kedua: Perspektif Teori Psikologi
Skripsi sering disebut sebagai “puncak gunung” perkuliahan yang paling menakutkan. Banyak mahasiswa mengalami stres berat hingga muncul gejala fisik dan psikologis yang mengganggu.
Untuk memahami mengapa skripsi begitu “mematikan”, kita bisa menggunakan beberapa teori psikologi yang sudah terbukti secara ilmiah.
Teori Transaksional Stres Lazarus dan Folkman (1984)
Teori ini adalah kerangka paling populer untuk menjelaskan stres akademik, termasuk saat mengerjakan skripsi.
Menurut Lazarus & Folkman, stres muncul ketika seseorang menilai suatu situasi sebagai ancaman yang melebihi sumber daya yang dimilikinya (primary appraisal) dan merasa tidak mampu mengatasinya (secondary appraisal).
Pada konteks skripsi:
● Primary appraisal (penilaian awal):
“Skripsi ini menentukan kelulusan saya, kalau gagal saya malu di depan keluarga, teman, dan dosen.” → Situasi dinilai sebagai ancaman tinggi (threat) dan berisiko tinggi (high-stakes).
● Secondary appraisal (penilaian kemampuan mengatasi):
“Saya tidak tahu cara analisis data yang benar, dosen jarang bales chat, referensi susah dicari, waktu sudah mepet.”
→ Sumber daya coping (kemampuan mengatasi) dirasa sangat rendah.
Hasil: stres psikologis yang sangat tinggi. Penelitian di Indonesia (misalnya pada mahasiswa FKIP UNS, 2022) menunjukkan bahwa hampir 80% mahasiswa skripsi mengalami stres sedang-berat karena kombinasi “ancaman tinggi + sumber daya rendah” ini.
Teori Demand-Control Model (Karasek, 1979)
Teori ini menyatakan stres muncul ketika tuntutan pekerjaan tinggi, tetapi kontrol (kebebasan mengatur cara kerja) rendah.
Penerapan pada skripsi:
● Job demands tinggi: deadline sidang, revisi berulang, ekspektasi dosen tinggi, beban kognitif analisis data.
● Job control rendah: jadwal bimbingan ditentukan dosen, metode penelitian harus sesuai arahan pembimbing (sering berubah-ubah), sulit mengatur waktu karena dosen jarang tersedia.
Kombinasi ini disebut “high strain job” — persis seperti yang dialami mahasiswa skripsi. Hasilnya: kelelahan emosional (emotional exhaustion) dan kecemasan kronis.
Teori Konservasi Sumber Daya (Conservation of Resources Theory) – Hobfoll (1989)
Teori ini mengatakan bahwa stres terjadi ketika sumber daya berharga terancam hilang atau benar-benar hilang.
Sumber daya yang terancam saat skripsi:
● Sumber daya waktu (waktu habis untuk revisi terus-menerus)
● Sumber daya energi psikologis (kehilangan motivasi, burnout)
● Sumber daya sosial (jarang bertemu teman karena sibuk skripsi)
● Sumber daya objek (uang habis untuk print, bimbingan berbayar, atau kuota internet)
● Sumber daya identitas (merasa “gagal” sebagai mahasiswa kalau skripsi molor)
Ketika sumber daya ini terus terkuras tanpa diisi ulang (resource loss spiral), mahasiswa masuk ke fase burnout dan bahkan depresi.
Perfectionism dan Self-Criticism (Teori Frost’s Multidimensional Perfectionism Scale)
Banyak mahasiswa yang stres karena memiliki tipe maladaptive perfectionism:
● Concern over Mistakes (takut salah sedikit saja)
● Doubts about Actions (selalu ragu dengan keputusan sendiri)
● High Personal Standards + Parental/Social Expectations
Akibatnya, setiap revisi kecil dari dosen dirasakan sebagai “bukti kegagalan diri”. Ini memperparah stres dan sering berujung pada procrastination (menunda-nunda mengerjakan karena takut hasilnya tidak sempurna).
Teori Self-Determination Theory (Deci & Ryan)
Teori ini mengatakan manusia butuh tiga kebutuhan psikologis dasar:
● Autonomy (kebebasan memilih)
● Competence (rasa kompeten)
● Relatedness (hubungan sosial yang mendukung)
Saat skripsi:
● Autonomy rendah → metode dan topik sering ditentukan dosen
● Competence rendah → terus direvisi, merasa “bodoh” atau tidak mampu
● Relatedness rendah → dosen sulit dihubungi, teman sudah lulus duluan, keluarga hanya bertanya “kapan lulus?”
Ketiga kebutuhan dasar ini tidak terpenuhi → motivasi intrinsik hancur → stres dan demotivasi berat.
Bagian Ketiga: Strategi Coping Stres Skripsi (Berdasarkan Teori Psikologi & Pengalaman Nyata Ribuan Mahasiswa)
Berikut adalah strategi coping yang sudah terbukti secara ilmiah dan paling sering berhasil digunakan mahasiswa di Indonesia untuk mengatasi stres skripsi.
A. Strategi Berbasis Problem-Focused Coping
(Langsung menyerang sumber stres — direkomendasikan Lazarus & Folkman ketika situasi masih bisa dikendalikan)
- Buat “Skripsi Timeline” yang Realistis (Backward Planning)
○ Tentukan tanggal sidang yang kamu inginkan → mundur ke belakang.
○ Contoh: Sidang April → Bab 1–3 selesai Februari → Bab 4–5 selesai Maret.
○ Tulis di kertas besar, tempel di dinding. Penelitian menunjukkan visual timeline menurunkan kecemasan hingga 40%.
- Sistem Bimbingan “Anti-Ghosting”
○ Janjian minimal 2 minggu sebelumnya + kirim reminder 3 hari & 1 hari sebelumnya.
○ Siapkan 3–5 pertanyaan spesifik tertulis (bukan “Bu, skripsi saya gimana ya?”).
○ Jika dosen tetap sulit, gunakan “bimbingan tertulis” lewat email resmi (cc kaprodi jika perlu).
- Metode “Pomodoro Revisi”
○ 25 menit fokus revisi → 5 menit istirahat.
○ Setelah 4 pomodoro, istirahat panjang 20–30 menit.
○ Teknik ini terbukti menurunkan procrastination dan meningkatkan rasa kontrol.
- Gunakan “Template Skripsi” Resmi Fakultas + Jurnal Terbaru
○ Jangan mulai dari nol. Ambil template yang sudah lolos sidang 2 tahun terakhir.
○ Ganti hanya isi, bukan format → hemat waktu & energi.
B. Strategi Berbasis Emotion-Focused Coping
(Digunakan ketika situasi tidak bisa diubah sementara waktu, misalnya dosen hilang 2 bulan)
- Reframing Kognitif (Cognitive Reappraisal)
Alih-alih berpikir:
“Skripsi saya jelek, saya bodoh, tidak akan lulus.” Ganti menjadi:
“Revisi itu normal. Rata-rata mahasiswa revisi 7–15 kali. Ini proses belajar, bukan penilaian nilai diri saya.” - Jurnal Gratitude Khusus Skripsi
Setiap malam tulis 3 hal terkait skripsi yang kamu syukuri hari ini, sekecil apa pun:
○ “Hari ini bab 3 sudah selesai 2 halaman.”
○ “Dosen bales WA meskipun cuma ‘ok’.”
Penelitian Emmons & McCullough (2003) menunjukkan teknik ini menurunkan gejala depresi 35% dalam 10 minggu.
- “Worry Time” Teknik
○ Tentukan jam khusus untuk khawatir (misalnya 18.00–18.15).
○ Kalau pikiran negatif muncul di luar jam itu, tulis di kertas → masukkan kotak “nanti dibaca jam 6”.
○ 80% mahasiswa yang mencoba melaporkan pikiran cemas berkurang drastis.
C. Strategi Berbasis Social Support & Resource Replenishment
- Skripsi Bareng (Skibar) atau Kelompok Support
○ Buat grup WA/Kafe skripsi 3–5 orang yang sama-sama stuck.
○ Rutin ketemu seminggu sekali, bawa laptop, kerja bareng tanpa banyak ngobrol.
○ Efek “body doubling” (ada orang lain di dekat kita) meningkatkan fokus hingga 70%.
- Curhat Terstruktur ke Orang yang Tepat
○ Keluarga/teman: cukup untuk dukungan emosional.
○ Senior yang sudah lulus: untuk solusi teknis.
○ Konselor kampus/psikolog: jika sudah muncul gejala depresi/serangan panik.
- Resource Replenishment Wajib (Hobfoll)
○ Tidur minimal 6,5–7 jam/hari (tidur <6 jam = sama efeknya dengan mabuk).
○ Olahraga ringan 20 menit/hari (jalan cepat cukup).
○ Makan rutin + minum air putih (dehidrasi meningkatkan kortisol 25%).
D. Strategi Khusus untuk Perfectionist & Procrastinator
- Aturan “Ugly First Draft”
Tulis bab apa saja dulu, jelek tidak apa-apa. Yang penting selesai draft kasar. Revisi menyempurnakan, bukan menulis. - Teknik “2-Minute Rule”
Kalau malas buka laptop, buat komitmen: “Saya cuma buka laptop 2 menit saja.” Biasanya setelah 2 menit, kamu akan lanjut karena momentum sudah mulai. - Reward System yang Jelas
○ Selesai 10 halaman → boleh nonton 1 episode drakor.
○ ACC bab 3 dari dosen → beli es krim favorit.
Ringkasan Prioritas (Urutan yang Paling Penting)
- Buat timeline realistis & tempel di dinding
- Gunakan teknik Pomodoro + Ugly First Draft
- Cari teman skripsi bareng (minimal 1 orang)
- Reframing: “Revisi = normal, bukan kegagalan”
- Jaga tidur & makan (ini nomor 1 penyelamat mood)
Kesimpulan
Proses mengerjakan skripsi memang penuh dengan pemicu stres, mulai dari kesulitan referensi, masalah dengan dosen, hingga faktor pribadi dan lingkungan. Namun, memahami pemicu ini adalah langkah pertama untuk mengelolanya. Mahasiswa disarankan untuk mencari dukungan, mengatur waktu dengan baik, dan jika perlu, berkonsultasi dengan psikolog kampus. Dengan demikian, skripsi tidak hanya menjadi beban, tapi juga kesempatan untuk tumbuh.
Ingat, stres adalah hal normal, tapi mengabaikannya bisa berbahaya bagi kesehatan jangka panjang.
Dengan memahami teori-teori di atas, mahasiswa dan dosen pembimbing bisa lebih bijak menghadapi proses skripsi agar tidak lagi menjadi “momok” yang merusak kesehatan mental.
Semoga artikel ini membantu kamu (atau temanmu) yang sedang berjuang dengan skripsi! Kamu tidak sendiri, dan stres yang kamu rasakan sangat masuk akal secara psikologis. Tetap bertahan, satu bab demi satu bab. 💪
Kamu tidak harus menerapkan semuanya sekaligus.
Pilih 2–3 strategi dulu yang paling cocok dengan kepribadianmu, jalankan konsisten 2 minggu. Biasanya sudah terasa bedanya.
Ingat:
Skripsi memang berat, tapi hampir 100% mahasiswa yang bertahan akhirnya lulus.
Yang membedakan hanya satu: mereka yang tetap melangkah meski pelan, walau kadang menangis di kamar mandi.
Kamu bisa. Satu halaman demi satu halaman. You’ve got this! 💪
*Mastur Sonsaka (Disampaikan pada kegiatan Ngaji Galileo Hari Kamis Tanggal 11 Desember)
Recent Posts
Mental Health: Skripsi=Stres? Ngaji Galileo #4
Di dunia akademik, skripsi sering jadi momok yang menakutkan. Ada yang resah sejak judul belum…
Bencana dan Tanggung Jawab Kader Eksakta
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 22.468 kejadian bencana dalam kurun 2020 hingga 2024, didominasi…
MERAWAT ASA GERAKAN PENCERAHAN
Sepekan belakangan, di pengujung November 2025, saya tidak membuka gawai untuk mengistarahatkan wadak yang menggugat…
Apakah Benar Pesantren Mencerminkan Feodalisme? – NgajiGalileo#3
Pernahkah kamu berpikir, bagaimana sebenarnya sistem sosial di pesantren terbentuk? Mengapa pola hubungan antara kiai…
Berorganisasi Menciptakan Holopis Kuntul Baris
10 September 2025, NGAJI GALILEO Part #1 diselenggarakan, awal untuk membuka semangat baru untuk mempertemukan…
Menyuarakan Gagasan di Era Digital: Teknik Podcast yang Efektif via Zoom
Perkembangan teknologi digital telah membawa perubahan besar dalam dunia komunikasi, pendidikan, dan penyebaran informasi. Salah…