Categories: Humaniora

Rest Area

Reading Time: 2 minutes

Liburan telah usai. Bagi pelajar, libur panjang telah berakhir hari ini. Dari libur puasa, hari Raya hingga libur peralihan strata kelas yang pada umumnya berlaku pada lembaga pendidikan kita.

Dan besok, sekolah kembali ramai. Kembali menjadi rutinitas. Macet sejak matahari mulai naik sepenggalah.

Khusus bagi kaum sarungan, yang kebetulan menitipkan anaknya ke Pondok Pesantren, Rabu kemarin merupakan momentum untuk menghantar buah hatinya.

Iya, hari Rabu memang hari yang baik untuk memulai menuntut ilmu. Setidaknya begitulah keyakinan yang telah diyakini lama.

Liburan dalam artian bepergian mencari hiburan ke tempat tertentu, menjadi suku kata yang paling trending dalam lima tahun terakhir. Khususnya bagi keluarga muda, liburan atau juga bisa disebut rekreasi, menjadi kebutuhan wajib yang harus diagendakan.

Jika tidak, bahkan bisa jadi alasan baru untuk memulai pertengkaran domestik. Antara suami dengan istrinya, atau dengan anaknya yang terprovokasi istrinya.

Bayangkan, kebanyakan sekolah juga mewajibkan siswanya untuk menulis cerita liburan. Sehingga orang tua terpaksa memahami, sekolah mewajibkan anaknya untuk liburan.

Dunia maya, juga seolah mewajibkan untuk “posting” foto rekreasi. Bahasa fiqihnya, kurang afdhol jika liburan tanpa foto-foto. Bahkan itu syarat-rukun yang pertama untuk dilakukan.

Tak heran, banyak tempat wisata baru menjamur dari pedesaan hingga perkotaan. Dari pantai hingga pegunungan. Baik yang dirintis individu atau institusi.

Contoh; pemerintahan desa yang kini punya kewenangan sendiri untuk mengelola dan mengatur keuangan mereka. Ada yang bertahan, mulai tumbuh berkembang dan melesat tinggi keberhasilannya.

Tetapi, tak sedikit yang gulung tikar tanpa pengunjung. Terbengkelai tak terurus. Sejumlah sektor ekonomi lain juga terdampak.

Usaha transportasi contohnya. Saking larisnya, kadang seorang sopir agen travel merasa jengah di tempat rekreasi yang paling syahdu sekalipun.

Kok bisa? Iya lah, dalam setahun mengantar rombongan ke tempat yang sama rerata 5 kali. Akhirnya, dia tersiksa ditempat hiburan.

Bosan tak berkesudahan. Dia bosan dengan pekerjaannya, meski kerjanya liburan. Tapi, ada trend tempat hiburan baru yang cukup “out of the box”. Fasilitas lengkap. Masjid bersih dan besar. Toilet bersih dan gratis, kadang. Parkir luas. Segala penjual makanan ada dan rapi. Pertokoan lengkap. Bahkan SPBU ada di tempat tersebut.

“Tempat apa itu?!”

Rest Area,” ungkap seorang sopir dengan entengnya sembari mengusap wajah basah selepas dari kamar mandi.

Tulisan ini telah diterbitkan sebelumnya oleh Mustakimra

NgajiGalileo

Recent Posts

Segala-galanya Ambyar: Harapan di Tengah Kekacauan

Kita hidup di zaman yang menarik. Segala sesuatu tampaknya lebih baik dari sebelumnya—teknologi maju, makanan…

4 jam ago

7 Pantun Indra Jegel: Menyatukan Medan, Melayu, dan Kearifan Lokal dalam Lantunan Rima

Pantun, sebagai bentuk puisi tradisional, selalu punya tempat di hati masyarakat Melayu. Tapi, siapa sangka…

1 hari ago

Menemukan Makna Sejati: Panduan Praktis Menemukan MENGAPA dalam Hidup dan Karier

Dalam kehidupan dan karier, banyak orang merasa terjebak dalam rutinitas tanpa memahami alasan mendasar mengapa…

2 hari ago

Review Buku Diet & Detoks Gadget: Dampak Penggunaan Gadget untuk Kesehatan Digital Keluarga

Gadget telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita. Mulai dari komunikasi, hiburan, hingga pekerjaan,…

4 hari ago

Telaah Kritis Buku Filosofi Teras Karya Henry Manampiring

Dalam dunia yang terus bergerak cepat dengan segala tantangan kehidupan modern, seringkali kita mencari pegangan…

6 hari ago

Kata-Kata Lucu Indra Jegel: Hiburan Ringan yang Mengocok Perut

Siapa yang tidak kenal dengan Indra Jegel? Komika asal Medan ini telah berhasil mencuri hati…

1 minggu ago