Poros Desa; Jalan Pemerataan Pembangunan

Share artikel ini

Reading Time: 3 minutes

Setahun terakhir, Pemerintah pusat melalui Kementrian Desa getol mengkampanyekan rincian target Sustainable Development Goals (SDGs) pada level desa. Alhasil, Istilah asing yang diciptakan oleh Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam meng-kerangkai target dan indikator pembangunan dunia berhasil diturunkan di tingkat pemerintah level bawah. Bahkan, secara anatomi perencanaan pembangungan desa, tahun anggaran 2021, prioritasnya harus didasarkan pada 18 indikator yang ditetapkan untuk mewujudkan SDGs Desa.

Secara global, persepsi pemimpin dunia nyaris seirama dalam hal penuntasan berbagai problem mendasar kemanusiaan dengan sejumlah upaya serius. Hal tersebut tertuang dalam target-target dalam rencana aksi global yang disepakati para pemimpin dunia pada 2015 lalu.

Di Indonesia, SDGs diturunkan dengan lahirnya Perpres 59 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Kemudian Kemendes menambahkan beberapa poin yaitu unsur kearifan lokal dalam setiap target pembangunan, hingga terumuskan SDGs Desa. Elemen pentingnya adalah pertumbuhan ekonomi desa merata, infrastruktur dan inovasi desa sesuai kebutuhan serta desa tanpa kesenjangan.

Di Bojonegoro, sebagai upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat, pemerataan pembangunan telah digalakkan secara besar dan massif. Melalui cara konvensional hingga cara yang belum lazim. Semenjak 2019, pembangunan jalan telah digeber dan ditarget oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) yang dipimpin Bupati Anna Mu’awanah, tuntas pada 2022.

Angka sudah menjadi fakta. Diingkari entah diakui, jalan-jalan beton sudah dilalui hilir-mudik oleh masyarakat, baik dengan pengakuan atupun acuh membuang muka. Sebagai pembuka, dengan segala hambatan, tahun 2019 sudah teralokasikan anggaran untuk pembangunan jalan sepanjang 119 km. Sedangkan tahun 2020 lalu, jalan sepanjang 127,664 telah dapat direalisasi dengan baik.

Baca Juga:   PERJALANAN: DARI TANPA TUJUAN, BERZIARAH HINGGA BERKUNJUNG KE NGAJI GALILEO CAFE

Sementara, tahun 2021 telah teralokasikan dan akan dilaksanakan pembangunan jalan sepanjang 189,812 km. Sisanya akan dituntaskan tahun anggaran 2022. Pembagian kewenangan semenjak ditetapkannya Undang-Undang Desa tujuh tahun lalu, membuat Pemkab tidak bisa langsung melakukan pembangunan jalan poros desa. Tetapi tidak ditinggalkan.

Kawasan yang selama ini terisolasi secara pelayanan publik dan ekonomi juga telah dibuka. Sebut saja Karya Bakti Skala Besar (KBSB) dengan TNI untuk menembus area hutan jati dalam rangka menyulap jalan setapak berlumpur menjadi jalan aspal guna membuka akses warga Dusun Boti Desa Turi Kecamatan Tambakrejo. Kini BOSE Park yang berada diujung jalan sepanjang 14 km dari perempatan Kaliaren itu mulai ramai wisatawan lokal.

Terbaru, dihadiri tiga menteri dan Gubernur, peresmian jembatan untuk mendukung terciptanya kawasan ekonomi baru adalah jembatan Terusan Bojonegoro-Blora (TBB). Kini membuka akses dan meningkatkan mobilisasi ekonomi warga sekitar Kecamatan Ngraho dan warga di sekitar Kecamatan Kradenan Blora Jawa Tengah. Tak membutuhkan waktu lama, aktivitas ekonomi menggeliat diiringi senyum penuh harapan. Sungai Bengawan Solo yang dulu membatasi, kini tidak hanya menyambut dan melepaskan, tapi juga menjemput dan menghantarkan.

Upaya pemerataan tidak berhenti. Pembukaan akses untuk kawasan terisolasi terus diihtiarkan. Jalan Ngambon-Karangjati Ngawi akan dilebarkan. Kawasan Watujago Margomulyo akan ditembuskan desa Napis Tambakrejo dengan jalur dan jalan baru. Dan yang paling menyedot perhatian adalah alokasi anggaran Bantuan Keuangan Desa (BKD) sebesar Rp 452,27 Miliar untuk 252 dari 419 desa di Bojonegoro pada anggaran 2021. Desa dengan alokasi terbesar adalah Tanggungan Baureno sejumlah Rp 9,57 Miliar. Sedang Desa Kedungprimpen Kanor sejumlah Rp 9,09 Miliar.

Baca Juga:   Cerita Sebelku Raditya Dika di Malang, Kapankah?

BKD itu dialokasikan untuk Jalan Poros Desa. Sebagian aspal dan lainnya beton. Menyesuaikan dengan tipologi tanah yang ada. Berapa panjang jalan yang dibangun dengan dana tersebut?, tentu akan diketahui setelah dilakukan perencanaan, yang semoga akan mendapat asistensi dengan baik dari pihak atau dinas yang berwenang.

BKD menjadi pilihan strategis Pemkab untuk membenahi jalan poros desa. BKD sendiri, dalam cara pandang penganggaran desa adalah salah satu sumber pendapatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa). Yaitu anggaran yang bersumber dari pemerintah diatasnya untuk alokasi tertentu yang menjadi kewenangan desa.

Sehingga BKD Jalan Poros Desa yang besar, sepenuhnya akan direncanakan, dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan oleh Pemerintah Desa (Pemdes) sendiri. Anggaran akan ditranfer ke rekening desa, perencanaan anggaran dan perencanaan pelaksanaan juga oleh desa dan pelaksanaan akan dilakukan oleh Tim Pelaksana yang ditunjuk desa melalui musyawarah. Jika ada perusahaan masuk desa, nantinya, dapat digambarkan seperti halnya toko bangunan, sebagai penyuplai alat-alat dan bahan-bahan yang tidak ada di desa tersebut.

Bagaimana mengontrol anggaran tersebut? Meski dalam APBDes nanti akan terintegrasi dengan sumber dana lain untuk desa, tidak lantas menjadi sulit untuk mengontrolnya. Nomenklatur dalam APBDes terlihat cukup terang benderang untuk membedakan mana pembangunan yang bersumber dari Dana Desa, BKD atau sumber lain. Siapapun, berhak dan boleh melakukan pengawasan.

Baca Juga:   IDZUL ADHA: PUNCAK NILAI-NILAI TRANSENDENTAL SANG KHALILULLAH

Pedoman pengelolaan yang dapat dijadikan dasar hukum oleh Pemdes juga sudah ada sejak 2017 lalu. Peraturan Bupati (Perbup) 12 Nomer 2017 tentang Pedoman Pengelolaan Bantuan Keuangan Kepada Pemerintah Desa, pada bulan Maret telah disahkan oleh Bupati Suyoto. Diantaranya berisi tentang besaran dana sharing yang belakangan banyak dikeluhkan oleh para Kepala Desa (Kades).

Sehingga oleh Bupati Anna Mu’awanah, regulasi tersebut telah direvisi dan dilakukan perbaikan melalui Perbup 87 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengelolaan Bantuan Keuangan Kepada Desa yang Bersifat Khusus dari APBD Kabupaten Bojonegoro. Lebih luwes dalam mengatur dana sharing yang harus disertakan. Serta lebih rinci dalam hal tehnis lainnya.

Kita sebagai bagian dari sekitar 1,3 Juta Jiwa penduduk Bojonegoro tentu menunggu hal ini dapat terealisasi dengan baik. Semoga manfaatnya melebihi hiruk-pikuk polemik yang menyertai. Pembangunan Bojonegoro yang merata harus segera terwujud untuk menghalau kesenjangan sosial antar kawasan yang selama ini belum terupayakan. 419 Desa harus tumbuh baik tanpa pembedaan akses sebagaimana tumbuhnya 11 kelurahan yang ada.

Adapun penyelewengan, tentu tidak boleh terjadi. Semua berhak mengontrol. Namun pihak eksternal –atas nama institusi atau organisasi apapun- tidak dibenarkan untuk menakut-nakuti desa. Secuilpun dari anggaran desa ini harus dapat dikelola dan dipertanggungjawabkan dengan baik. Mari kita kawal bersama.###

Tulisan ini telah diterbitkan sebelumnya oleh Mustakimra


Share artikel ini

Recommended For You

Tulis Komentar