LAGU AKUTANSI

Share artikel ini

Reading Time: 2 minutes

Lagu Akutansi – Berdasar Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), musik merupakan ilmu atau seni menyusun nada atau suara dalam urutan, kombinasi, dan hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi (suara) yang mempunyai kesatuan dan kesinambungan. Biasanya sesuai dengan standar budaya irama, melodi, dan harmoni. Musik adalah seni yang menembus setiap masyarakat manusia.

Musik -dalam sejumlah litelatur- dicatat sudah dikenal manusia sejak era Homo Sapiens sekitar 180.000 hingga 100.000 tahun yang lalu. Awal abad ke-20, musik dianggap sebagai hal biasa dan semakin akrab keluar masuk telinga umat manusia. Di mana nada musik ditandai oleh keteraturan getarannya. Keseragamam tersebut memberinya nada yang tetap dan membedakan suaranya dari kebisingan yang menggangu.

Sebagian lainnya mendefinikan musik sebagai penghayatan isi hati manusia yang diungkapkan dalam bentuk bunyi yang teratur dengan melodi atau ritme serta mempunyai unsur atau keselaran yang indah. Istilah musik dikenal dari bahaya Yunani yaitu “musike”. Musike berasal dari perkataan muse-muse, yaitu sembilan dewa-dewa Yunani di bawah dewa Apollo yang melindungi seni dan ilmu pengetahuan. Itulah keyakinan mereka.

Baca Juga:   Leonardo da Vinci: Seniman dan Ilmuwan Termasyhur dari Italia

Lantas pengertian itu ditegaskan oleh seseorang dengan panggilan Okel Pythagoras, musik bukanlah sekadar hadiah atau bakat dari dewa-dewa, tapi musik terjadi karena akal budi manusia dalam membentuk teori-teori. Pythagoras, yang merupakan numerolog musik pertama dan meletakkan dasar untuk akustik.

Tidak mengherankan, jika saat di mana teknologi internet telah menguasai urat nadi manusia, musik juga mengikutinya. Teknologi memudahkan manusia untuk menikmati musik dan lagu di mana saja dan sambil beraktivitas apa saja. Hal-hal tertentu yang sejatinya tidak berunsur musik, jika dibumbui aneka irama akan semakin indah dan mudah dinikmati.

Pada bumi Nusantara yang kita tinggali ini, juga musik berkembang mengikuti zaman. Hampir setiap suku dan bahasa mempunyai musik khas. Baik itu secara nada maupun bahasa. Gamelan dengan gending jawa-nya. Dangdut, Pop atau rock juga bergantian memuncaki trend musik tanah air. Berbahasa Batak, Bali, Jawa, Bahasa Nasional Indonesia dan bahkan Inggris.

Baca Juga:   Menghadirkan Empati Saat Pandemi

Alkisah, dalam sebuah perjalanan yang sedikit terburu-buru, seseorang penumpang yang duduk disamping kiri pengemudi bermaksud menurunkan ketegangan akibat dihantui waktu, dengan memutar musik melalui fasilitas yang ada pada kendaraan yang ditumpangi. Dalam sejumlah folder yang terisi sejumlah jenis musik, dia memilih musik bergenre slowrock dengan bahasa Inggris.

Berlangsung lebih dari 15 menit atau sekitar 3 atau 4 lagu telah diputar. Tiba-tiba pengemudi tersebut berseloroh, protes kenapa lagu yang diputar berbahasa Inggris. “Saya tidak faham. Mana bisa ikut menikmati,” tukasnya agak ketus sembari mengerem mendadak lantaran lampu diperempatan jalan menyala merah.

“Makanya kuliah Bahasa Inggris, biar bisa menikmati lagu-lagu Inggris,” seloroh penumpang disampingnya enteng, juga sambil manggut-manggut dagunya menikmati lagu tersebut.

Baca Juga:   JALAN SPIRITUAL PUISI JOKO PINURBO

“Lha wong saya sudah terlanjur lulus akuntansi. Mosok harus kuliah lagi?!. Putar lagu akuntasi dong!”

“Mana ada, lagu akuntansi?!. Kalau Jawa, ada,”

“Ya pasti ada,”

“Apa Judulnya?”

“Itu, Cendol Dawet. Lima ratusan. Itu Kan lagu akuntasi mas!” pengemudi itu memungkasi percakapan tak bermutu dengan muka kesal. Namun akhirnya, lagu dipindah ke kumpulan tembang campursari selepas tawa pecah menggema di dalam kendaraan. Dan perjalanan masih tertempuh separuh jarak. ***

Tulisan ini telah diterbitkan sebelumnya oleh Mustakimra


Share artikel ini

Recommended For You

Tulis Komentar