Kesadaran atas Sains Humanistik di Tengah Pendemi

Share artikel ini

Reading Time: 3 minutes

Penulis : Al Muiz Liddinillah

NgajiGalileo – Steven Pinker dalam bukunya yang berjudul Enlightenmen Now; Pencerahan Sekarang juga membuat tesis penting tentang kehidupan saat ini.

Ia mengatakan bahwa kehidupan saat ini bukan lah kehidupan satu atau dua abad lalu. Kini kita sudah memasuki Pencerahan yang ditunjukkan dengan perkembangan sains dan teknologi – yang membawa pada perbaikan pada nilai kemanusiaan.

Tesis itu bukan sekedar bualan belaka, Pinker menuliskannya ke dalam buku setebal enam ratusan halaman. Berbagai tema Ia bahas, di antaranya adalah sains, teknologi, kesehatan, ketimpangan, kebahagiaan, teror, dan humanisme.

Topik yang ada dalam kumpulan tesisnya dengan dalih Pencerahan; membela nalar, sains, humanisme, dan kemajuan.

Sains dan teknologi telah banyak memudahkan kehidupan banyak orang. Pembaharuan tekonologi juga menjadikan kerja manusia menjadi lebih efektif dan efesien.

Dan, energi dapat dengan mudah kita peroleh, dengan biaya yang lebih murah. Transportasi juga demikian, semakin canggih dengan dibantu digitalisasi gawai- mobilisasinya semakin cepat.

Lebih canggih dari itu, kita semua juga dimanjakan dengan kemudahan mencari informasi- menjadi wujud nyata dari apa yang diutarakan Tom Nichols dalam bukunya, Matinya Kepakaran.

Baca Juga:   Cara Mengetahui Suhu Tanpa Menggunakan Termometer

Berbagai informasi atau data terkumpul dalam semesta data, yang akrab disebut sebagai big data. Belum juga dengan algoritma yang semakin memudahkan kita yang awam dalam mesin pencarian.

Pinker seorang optimistis itu juga menjelaskan data bahwa ke depannya kematian tidak lah lagi disebabkan oleh peperangan, sebagaimana abad lalu. Kematian kedepannya akan disebabkan oleh fenomena biologis, penyakit atau misalnya dengan adanya pandemi, seperti Covid-19.

Ketimpangan juga demikian, dengan banyak kemajuan, ekonomi semakin bergairah dan ketimpangan atau kesenjangan sosial semakin kecil, menurutnya – meskipun fakta lain di Indonesia sebaliknya.

Happiness atau kebahagian ini juga menjadi perhatian dalam risetnya. Indeks kebahagiaan manusia bertambah hari semakin membaik, meskipun ada perbedaan skor dari setiap negara.

Parameter kebahagiaan berbagai negara dinilai dari keterbukaan, keadilan gender, pendidikan yang membebaskan, pelayanan kesehatan yang mapan, hingga pada hirau hidup hijau. Selain itu, pemanfaatan waktu dengan baik juga menjadi penting dalam menentukan kebahagian seseorang.

Sains telah menunjukkan berbagai kegemilangan dalam menghantarkan kehidupan manusia dalam kaca mata Pinker, akan tetapi pandemi Covid-19 telah memutarbalikannya.

Data-data yang dihimpun Pinker dalam beberapa analisa menjadi bergeser, meskipuan dalam fakta kematian kini berakar dari kontingensi biologis – bukan perang, masih relevan. Akan tetapi, bagaimana dengan ekonomi, kebahagiaan, ekologi, dan lainnya?

Baca Juga:   Manchester United ‘Terancam’ Degradasi Kalau Kita Tidak Belajar dari Pandemi

Korona sebagai kontingensi semesta dan menjadi fenomena global adalah fakta yang juga diutarakan Zizek dalam bukunya Pan(dem)ik Covid-19 Mengguncang Dunia, terjemahan penerbit independen Mei 2020.

Kontingensi menurut Karlina Rohima Supelli, astronom perempuan Indonesia, adalah sesuatu yang bisa ada atau tidak, jikalau ada, keberadaannya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

Faktor-faktor lain inilah yang dalam kaca mata Zizek menyikapi Covid-19 adalah kapitalisme yang rakus. Feodalisme dan kapitalisme telah menununjukkan watak yang monopoli dan eksploitatif.

Pada banyak fakta, pembangunan model itu merugikan rakyat atau buruh, di sisi lain banyak merusak ekologi dan lingkungan hidup.

Fenomena global dan kontingensi semesta itu yang kini kita rasakan pada dampak yang semakin terpuruk. Wajah sains seakan dipermalukan secara telak atas sistem politik yang semena-mena. Rakyat tertimpa kepanikan dalam taraf yang tak lagi wajar.

Bagaimana tidak? Zizek juga menyebutkan adanya virus ideologi yang penyebarannya masif di layar kaca kita. Dunia media menginformasikan pandemic dengan bingkai-bingkai yang membuat orang semakin gelisah.

Beberapa penyudutan bahwa Wuhan Cina adalah akar dari bencana- hingga Trump menyebut Covid-19 ini sebagai virus Cina. Data-data kematian, lockdown, dan isu yang menyertainya membuat banyak orang semakin panik dan takut.

Baca Juga:   10 Langkah Menanam Kurma Dimasa Pandemi

Hingga pada soal penyikapan saintifik, tindakan kesehatan menjadi ideologi baru di tengah masyarakat dengan jaga diri dan jaga jarak. Tembok penyelamatan dari bahaya pandemik ini dengan cuci tangan, menggunakan masker, dan menjaga jarak sosial.

Literasi kesehatan akan virus ini juga sudah mulai terinternalisasi di setiap kepala orang. Meskipun, kini banyak orang terdampak dari berbagai pekerjaan mengalami krisis ekonomi.

Oleh karenanya, pada puncak emosi teringgi dan penuh provokosi Zizek menawarkan komunisme yang disepakati bersama, komunisme global. Di mana banyak negara seakan tidak bisa menyelesaikan pandemi ini dengan bijak, padahal ini adalah sesuatu yang nyata.

Maka banyak masyarakat turun kesadaran untuk membangun solidaritas. Solidaritas pangan, ekonomi, dan kesehatan- yang juga dalam aspek makro perlu adanya solidaritas global.

Kesadaran akan sains dan menjadikannya sebagai budaya hidup rasional mulai tumbuh dari masyarakat kita, mewujudkan nilai kemanusiaan. Ilmuwan akhir ini penting dan perlu dilibatkan dalam situasi apapun. Sehingga, akan terwujud rasionalitas logis dalam setiap kebijakan dan penerapan hidup berbangsa ini.


Share artikel ini

Recommended For You

3 Comments

Tulis Komentar