TEMPAT BERKURBAN YANG LEBIH BAIK BAGI PERANTAU DAN KEUTAMAAN BERKURBAN

Share artikel ini

Reading Time: 3 minutes

Tempat Berkurban yang Lebih Baik bagi Perantau dan Keutamaan Berkurban – Kurban merupakan salah satu bentuk ibadah bagi umat Islam sebagai tanda syukur dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.

Ibadah ini dilakukan dengan cara menyembelih hewan ternak seperti kambing, domba, sapi, kerbau atau unta pada bulan Dzulhijjah, yakni pada tanggal 10 (hari nahar) dan 11,12 dan 13 (hari tasyrik) bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha. Menurut sebagian besar ulama, hukum berkurban adalah sunah muakkad atau sunah yang sangat dianjurkan.

Menjelang hari raya Idul Adha pastinya umat Islam banyak yang berlomba-lomba dalam menyumbangkan hewan ternaknya untuk di kurbankan. Namun bagi seorang perantau hal ini terkadang banyak menimbulkan kebimbangan.

Karena kebanyakan perantau merasa bingung dimana kah sebaiknya mereka berkurban. Apakah harus di tempat asal mereka atau boleh juga di laksanakan di tempat mereka berada sekarang.

Sebagian orang melaksanakan kurban di kampung halaman dengan cara si perantau mengirim uang dan memasrahkan ke orang lain untuk membeli hewan kurban agar disembelih dan didistribusikan di kampung halamannya. Namun ada pula yang tetap melaksanakan kurban di tempat domisili selama mereka merantau.

Dimana Tempat Berkurban yang Lebih Baik bagi Perantau?

Mengenai tempat berkurban sebenarnya bisa dilakukan di mana pun. Dalam aturan fiqih mazhab Syafi’i, menyembelih hewan kurban di mana pun hukumnya boleh, termasuk bagi perantau. Ia diperkenankan berkurban di tempat domisili atau mewakilkan kepada orang lain untuk melaksanakan kurbannya di kampung halaman. Yang menjadi prinsip adalah distribusi kurban yang telah disembelih wajib tepat sasaran, yaitu kepada orang-orang fakir miskin.

Selain pernyataan di atas, terdapat pendapat pula yang menyatakan bahwa sebaiknya bagi seorang perantau ketika memutuskan tempat berkurban sebaiknya terlebih dahulu pertimbangkan tingkat kemaslahatan mana yang lebih besar ketika kurban itu dilaksanakan. Di antaranya, dengan melihat masyarakat mana yang lebih fakir dan butuh daging qurban. Karena sasaran yang dimaksudkan dalam penetapan hukum syar’i ini adalah kemaslahatan.

Mana yang maslahatnya lebih besar, itulah yang sebaiknya kita pilih. Terlebih, tidak ditemukannya dalil eksplisit (nash) yang membatasi qurban harus di daerah domisili. Syaikh As-Sa’di menerangkan dalam Mandzumah Qawaid Fiqhiyyah, “Agama ini dibangun di atas maslahat. Baik dalam rangka mendatangkan maslahat atau mencegah mudharat.” Sehingga bila terjadi pertemuan antara sejumlah maslahat, maka sebaiknya dahulukan mana yang lebih besar maslahatnya.

Di samping itu, amal kebaikan apabila semakin banyak manfaatnya, akan semakin besar pula pahalanya. Menyalurkan qurban ke daerah lain yang dipandang lebih butuh akan lebih besar manfaatnya dari pada daerah domisili, yang masyarakatnya kaya.

Baca Juga:   Ada Doa Dibalik Lingkar Sajadah dan Santri Menulis Santri Juara

Manfaat akan benar-benar dirasakan oleh kaum miskin dan juga untuk orang yang berqurban, berupa pahala dan keberkahan, karena harta yang ia dermakan benar-benar dirasakan manfaat dan maslahatnya. Berikut beberapa keutamaan berqurban yang bisa kita ambil manfaatnya :

1. Dengan berqurban bisa lebih mendekatkan diri kepada Allah

Momentum qurban menjadi salah satu cara untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sebagaimana dalam surat Al-Maidah ayat 27 :

Sesungguhnya Allah hanya menerima (qurban) dari orang-orang yang bertaqwa.

2. Qurban cerminkan sikap patuh dan taat

Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka. Maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).” (QS Al Hajj: 34)

3. Sebagai saksi amal di hadapan Allah SWT

Ibadah qurban mendapatkan ganjaran yang berlipat dari Allah SWT. “Pada setiap lembar bulunya itu kita memperoleh satu kebaikan.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah).

Juga kelak pada hari akhir nanti, hewan yang kita qurbankan akan menjadi saksi. “Tidak ada amalan yang dikerjakan anak Adam ketika hari (raya) kurban yang lebih dicintai oleh Allah Azza Wa Jalla dari mengalirkan darah, sesungguhnya pada hari kiamat ia akan datang dgn tanduk-tanduknya, kuku-kukunya dan bulunya. Sesungguhnya darah tersebut akan sampai kepada Allah Azza Wa Jalla sebelum jatuh ke tanah, maka perbaguslah jiwa kalian dengannya.” (HR. Ibnu Majah)

Baca Juga:   Menghadapi Pandemi Ala Kaum Sufi

4. Membedakan dengan nonmuslim

Sejatinya qurban (penyembelihan hewan ternak) tidak saja dilakukan oleh umat Islam setiap hari raya adha tiba, tetapi juga oleh umat lainnya.

Sebagai contoh, pada zaman dahulu orang-orang jahiliyah juga melakukan qurban. Hanya saja yang menyembelih hewan qurban untuk dijadikan sebagai sesembahan kepada selain Allah.

Katakanlah, ‘Sesungguhnya shalatku, sembelihanku (qurbanku), hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu baginya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).” (QS: Al-An’am: 162-163)

5. Ajaran Nabi Ibrahim

Berqurban juga menghidupkan ajaran Nabi Ibrahim ‘alaihis salam yang ketika itu Allah memerintahkan beliau untuk menyembelih anak tercintanya sebagai tebusan yaitu Ismail ‘alaihis salam ketika hari an nahr (Idul Adha).

6. Berdimensi sosial ekonomi dan kemanusiaan

Ibadah qurban menjangkau sisi sosial dan kemanusiaan aspek sosial. Sebagaimana diketahui distribusi daging qurban mencakup seluruh kaum muslimin, dari kalangan manapun ia, fakir miskin hingga mampu sekalipun. Sehingga hal ini akan memupuk rasa solidaritas umat.

Jika mungkin bagi si fakir dan miskin, makan daging adalah suatu yang sangat jarang. Tapi pada saat hari raya Idul Adha, semua akan merasakan konsumsi makanan yang sama. (Risa)


Share artikel ini

Recommended For You

Tulis Komentar