Reading Time: 3 minutes
NU sebagai organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia dan juga di dunia setidaknya itu masih sampai sekarang, hal ini diungkap oleh beberapa hasil survei tidak terkecuali LP3ES yang secara kredibelitas sudah tidak diragukan keabsahannya tentu dengan margin eror yang sangat kecil.
Dengan predikat tersebut membuat NU seperti madu yang manis dan penuh nutrisi yang memikat bagi banyak kalangan
tak terkecuali partai politik, lihat Pemilihan Presiden dan Waki Presiden, pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di negeri ini hampir (untuk tidak mengatakan pasti ) selalu ada calon yang mengeklaim maupun diklaim dari wanga nahdliyin, secara tidak langsung hal ini membuktikan bahwa ada banyak golongan yang ingin sekali menenggak manisnya sang ‘madu’.
NU dengan manisnya banyak masyarak yang telah meminumnya, namun diakui ataupun tidak bahwa tidak semua yang telah meminumnya mendapat rasa manis ‘madu’. NU sendiri sering terlibat dalam dunia politik hal ini sudah terjadi sejak didirikannya negara kesatuan republik Indonesia – ingat perubahan piagam Jakarta – namun sekiranya penulis perlu tekankan bahwa NU bukan partai politik, iya Bukan partai politik, namun organisasi masyarakat yang berbasis pengkaderan.
Kaderisasi NU
NU sebagai organisasi kemasyarakatan juga memiliki jenjang kaderisasi yang tersturuktur, hal ini sangat diperlukan untuk memantapkan ke-NU-annya bagi setiap calon kader organisasi kedepannya, pentingnya memahami aturan organisasi serta membiasakan hidup berorganisasi harus sudah ditanamkan oleh calon-calon kader sedini mungkin, kaderisasi NU sendiri sudah dimulai dari pelajar melalui Ikatan Pelajar Nahdlotul Ulama’ (IPNU) serta Ikatan Pelajar Puteri Nahdlotul Ulama’ (IPPNU), bagi calon kader ditingkat mahasiswa ada Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia ( PMII ) meskipun dalam perkembangannya terjadi pasang surut hubungan NU dengan PMII, pengkaderan masih dilanjutkan lagi pada ANSOR yang semestinya disini calon kader NU sudah tidak perlu diragukan lagi ke-NU-annya, karena ini adalah kawah condrodimuko terakhir sebelum calon kader NU menjadi pengurus NU.
Pudarnya Kaderisasi
Dalam perjalanan NU sebagai organisasi kemasyarakatan yang sudah berusia tidak lagi muda, hanya kurang beberapa tahun lagi organisasi ini sudah genap berusia satu abad, telah mengalami berbagai terpaan serta hempasan permasalahan yang dihadapi, tidak jarang organisasi ini terperosok dalam urusan politik praktis meskipun jika dimenejemeni dengan baik akan berdampak baik ( rahmatan lilalamin ) namun, sering pula terjerumusnya organisasi ini dalam perpolitikan praktis yang hanya akan menjadi permasalahan yang pelik organisasi, seperti munculnya permasalahan saling menyalahkan, saling lempar tanggungjawab dan saling mencurigai antar kader, kondisi semacam ini dapat memicu kurang dinamisnya perjalanan suatu periode kepengurusan.
Dalam konteks kurang dinamisnya perjalanan suatu periode kepengurusan tidak melulu urusan politik praktis, selain faktor politik praktis tentu ada banyak faktor yang mempengaruhinya diantaranya pertama rekrutmen kepengurusan, rekrutmen jajaran kepengurusan organisasi semestinya dijalankan berdasarkan pola kaderisasi organisasi.
Namun, tidak jarang munculnya wajah-wajah baru dalam organisasi yang tidak jelas asal usulnya kemudian duduk dalam struktur kepengurusan, keadaan semacam ini jika terjadi dapat menimbulkan kurang harmonisnya sebuah organisasi, dimana kader yang sudah lama mengabdikan diri serta mempelajari pedoman dan peraturan organisasi bisa dengan mudah digeser oleh wajah baru yang belum jelas asal-usulnya, disisi lain wajah-wajah baru tersebut belum tentu memahami kultur, visi dan misi dasar organisasi, bisa jadi munculnya wajah baru itu malah membawa misi lain yang diluar misi organisasi yang berdiri sejak tanggal 31 januari 1926 pada umumnya, ini sangat berbahaya. Kedua suksesi pergantian pimpinan organisasi, NU sebagai organisasi kemasyarakatan dan organisasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai perjuangan dalam kontek menjaga syari’at agama dengan faham ahlusunnah waljama’ah, sadar ataupun tidak harus memahami prinsip dasar bahwa pemimpin itu adalah amanah dan tanggungjawab bukan sesuatu yang harus dikejar dengan menghalalkan segala upaya, apalagi sampai menggunakan cara-cara yang menurut ajaran syari’at itu jelas-jelas melanggar, suatu misal menggunakan uang untuk meminta dukungan kepada pemegang suara dalam proses pemilihan pimpinan organisasi, serta cara-cara lain yang melanggar kaidah-kaidah organisasi. hal ini sangat menciderai nilai-nilai luhur organisasi dan berpotensi melunturkan ruhul jihad likalimati robbi.
Kesepakatan-kesepakatan calon pimpinan organisasi dengan pihak ketiga, apalagi yang dilandasi dengan kepentingan materialis sesaat tidak jarang akan membelenggu perjalanan roda kepengurusan dalam suatu periode organisasi. Ketiga lemahnya pemahaman kader NU terhadap peraturan organisasi, hal ini terjadi lagi-lagi persoalan tidak tuntasnya proses kaderisasi, tidak jarang dalam pergantian pimpinan NU munculnya tokoh yang tidak berdasarkan prinsip-prinsip kaderisasi, munculnya pemimpin yang berlatarbelakang pengasuh pesantren atau masih mengedepankan silsilah keluarga namun kurang memahami cara-cara dan aturan organisasi hal ini menjadi kurang baik bagi NU, bukan berarti tokoh semacam ini tidak boleh menjadi pimpinan NU, jika ada pengasuh pesantren ataupun punya silsilah keluarga pesantren ingin mencalonkan ataupun dicalonkan menjadi pimpinan NU harusnya juga mengikuti proses kaderisasi organisasi yang benar.
Merajut NU yang Rahmatan Lil Alamin
Menyongsong NU menuju usia satu abad instropeksi dan merajut ulang arah organisasi terbesar di Indonesia adalah hal yang harus dan segera dilaksanakan, kebangkitan yang sering didengungkan sudah waktunya diperjuangkan.
NU harus dipertegas langkahnya melihat godaan dan tantangan yang begitu rumit menghampirinya, mulai dari persoalan proses kaderisasi yang jarang sekali tuntas, terperosoknya NU dalam politik praktis dan kurangnya pemahaman sebagian anggota maupun pengurus terhadap pedoman organisasi mengakibatkan lunturnya rasa memiliki setiap kader terhadap NU, jika hal ini terjadi bukan hal yang mustahil jika NU dikemudian waktu akan bubar dan tinggal sejarah. catatan:pernah terbit di media Wallhu a’lam bisshowab. bjn 201
Tulisan ini telah diterbitkan sebelumnya oleh Mubin