MERAWAT ASA GERAKAN PENCERAHAN

Share artikel ini

Reading Time: 3 minutes

Sepekan belakangan, di pengujung November 2025, saya tidak membuka gawai untuk mengistarahatkan wadak yang menggugat haknya dengan sinyal-sinyal alami: tekanan darah tiba-tiba naik, suhu badan meningkat, ragam persendian serasa ditarik kuda, dan aneka rasa memicu ketidaknyamanan. Awal pekan Desember 2025 kembali bergerak pelan, seiring hasrat membuka gawai yang bertumpuk ribuan pesan dari puluhan kelompok aplikasi percakapan.

Tanpa niat mencari tahu asal muasal cerita yang sudah tertimbun ratusan utas, dua kelompok aplikasi percakapan berpenanda “Galileo” membentangkan pesan: Solidaritas Kaderisasi. Turut berkontribusi dan melaporkan pada anggota kelompok. Hanya itu reaksi yang dapat saya lakukan.

Gerakan solidaritas ini melempar memori saya pada peristiwa yang hampir serupa 25 tahun silam. Pertama kali Rayon Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Galileo dibentuk pada 10 Juni 2000, ikhtiar yang digagas ketika itu untuk mengumpulkan biaya penyewaan sekretariat adalah dengan mencetak stiker bertuliskan “Gerakan Peduli Rayon” berlatar biru menyala. Dana pun terkumpul, meski belum mencukupi kebutuhan. Walhasil satu sekretariat kecil digunakan berdua dengan Rayon Al-Adawiyah. Cerita dwi-tunggal perintis rayon eksakta bersama rayon psikologi.

Organisasi Kader, Bukan Event Organizer

Sejak awal menjadi pengurus generasi pertama Rayon Galileo, saya menyadari mandat organisasi adalah merekrut, menempa, dan melahir kader. Generasi “ulul albab” yang teguh tauhid, mapan intelektualitas, dan terasah mental profesionalisme. Ilmu kanuragan dan mantra sakti kelas wahid untuk bertarung pada arena kehidupan lebih nyata ketika beranjak dewasa.

Kader-kader dilahirkan dari proses kaderisasi berjenjang yang andal. Hajat internal organisasi yang tak laku dijual. Bukan sarana keramaian yang menarik minat penyelenggara pameran dan pedagang memajang barang. Lalu pengurus dapat modal dari mana? Cara klasik, ketika itu masih bisa diterapkan, peminat membayar biaya komitmen untuk sekedar ditukar dengan kudapan dan minuman segar tiga kali sehari, moda transportasi massal, dan lembar sertifikat penanda kelulusan. Di awal rencana, seluruh nama yang dinobatkan sebagai panitia merogoh koceknya. Ditambah belas kasih donatur yang sudah bosan menerima berbagai proposal serupa, senior-senior yang ditakdirkan lahir jauh lebih dulu.

Baca Juga:   Buku PMII Galileo Keempat Kapan Terbit? Ini Jawabannya

Praktik menahun dan turun-temurun tersebut merefleksikan kesadaran bersama, itulah cara mesin organisasi bekerja. Inilah organisasi kader, bukan event organizer yang menjual pagelaran kolosal untuk ditukar dengan dana sponsor dan promosi.

Di masa kini yang diselimuti kemudahan akses teknologi, masihkah cara-cara klasik tersebut efektif dijalankan? Bukankah mahasiswa baru tidak lagi butuh organisasi di dunia nyata ketika mereka bisa berhimpun lebih besar di dunia maya? Kalau diajak gratis saja tidak bersedia, bagaimana kalau mereka harus dipungut biaya?

Solidaritas Kaderisasi yang digerakkan oleh ikatan alumni Rayon Galileo baru-baru ini ternyata menjadi salah satu jawaban. Pemangku kepentingan organisasi yang terdiri dari para alumni dan pengurus aktif bersatu padu menggalang dana untuk mendukung kegiatan kaderisasi. Itulah makna tersurat dari hajat kolektif organisasi.

Menjaga Kiprah

Periode awal 2000-an setiap Rayon PMII di lingkungan perguruan tinggi negeri islam Kota Malang berlomba menyematkan nama beken. Identitas yang menggambarkan sikap bersama. Sebagai salah satu anak bungsu, pilihan berlabuh pada kata “pencerahan”, tidak ingat pasti siapa di antara belasan pengurus yang menetapkan. Makna tersemat membawa semangat untuk menyalakan suluh baru, energi baik baik semua, bukan motivasi untuk membuka perlawanan apalagi menginjak yang kurang berdaya.

Baca Juga:   Kata-kata Galileo Galilei yang Keren dan Bikin Semangat

Kiprah pertama dimotori kader paling brilian pada masanya, sahabat Jamhuri namanya. Melengkapi pokok bahasan ideologis dengan paket bekal keilmuan bagi kader baru untuk mencapai sukses akademik, pun berburu beasiswa. Sahabat Abdul Gholib Hasbullah, pengurus yang paling rajin dan taat beribadah, tidak pernah lelah membuka jalur komunikasi dengan badan penelitian dan pengembangan (Litbang) pengurus cabang. Walhasil, gagasan spektakulernya melahirkan Forum Komunikasi Eksakta (FKE) sebagai wadah berkumpul seluruh Rayon PMII dari fakultas berbasis sains dan teknologi se-Kota Malang. Dua kisah itu yang mampu saya ingat (sekaligus menjadi saksi hidup) kiprah Gerakan Pencerahan dari belasan atau puluhan kontribusi semasanya atau bahkan setelahnya.

Cerita-cerita masa lalu yang saya urai, tentu berbeda kompleksitas, tantangan dan kesulitannya. Tugas kita bersama masih sama: menjaga Gerakan Pencerahan tetap berkibar, suluh kebajikan jangan sampai padam. (Hadi Prayitno)


Share artikel ini

Recommended For You

Tulis Komentar