Reading Time: 4 minutes
Penulis : Muhammad Bakhru Thohir
NgajiGalileo – Sebagai fans Manchester United (MU), sebuah tim yang beberapa tahun kebelakang bisa dikategorikan tim medioker, salah satu momen yang paling kutunggu adalah perhelatan laga pra-musim.
Acara seru-seruan seperti class meeting SMA yang umum dilakukan saat libur musim panas tiba. Alasannya sederhana; karena di laga pra-musim ini lah saya bisa melihat MU menang, bahkan melawan tim sekaliber Real Madrid, Inter Milan, sampai Bayern Munich.
Namun, rasa-rasanya kesenangan saya melihat MU menang di laga pra-musim akan pupus tahun ini. Saya haqqul yakin tahun ini tidak akan ada laga pra-musim yang digelar.
Alasannya tentu karena pandemi corona.
Di Eropa memang pandemi sudah berangsur-angsur stabil dan bisa dikendalikan, tapi laga pra-musim itu selalu digelar di luar Eropa. Umumnya di Amerika Utara, Asia Timur atau Asia Tenggara yang memang menjadi ceruk supporter Manchester United dan tim-tim Eropa lain.
Selain alasan negara destinasi laga pra-musim yang belum semuanya kondusif dari corona, penerbangan internasional juga masih amat sangat terbatas.
Terlebih lagi, yang namanya laga pra-musim tujuannya adalah menyapa fans, pasti akan membuat kerumunan, dan hal itu tidak akan mendapatkan izin jika dilakoni dalam waktu dekat ini.
Masa’ iya laga pra-musim digelar tanpa fans. Hak yo mending gak usah. Mending latihan di Manchester sana aja, sekalian sparing-sparing tipis lawan Manchester City si tetangga berisik.
Corona memang telah menjadi bencana global. Banyak sektor terdampak, dari sektor lokal, nasional sampai internasional. Dampak pada sektor lokal seperti lesunya acara nikahan yang biasanya selalu riuh selama bulan syawal sampai sektor nasional dan internasional seperti liga-liga di Eropa.
Lalu pertanyaan refleksinya akan menjadi seperti ini:
Kalau bencana biologis seperti corona ini pengaruhnya sedemikian luas, apakah tidak ada bencana-bencana skala global lain yang harus kita antisipasi dampaknya, karena kalau kita mau jujur, kita semua kualahan menghadapi pandemic corona?
Dalam hal ini sains punya peran besar, terutama dalam memprediksi bencana-bencana yang akan datang. Tujuannya tentu agar jumlah korban bisa ditekan.
Fakta tentang virus corona, sebenarnya sudah ada sebuah jurnal yang membahas tentang prediski perkembangan genetik virus ini. Ditulis oleh Vincent Cheng, seorang peneliti penyakit menular dari University of Hong Kong, pada tahun 2007.
Dalam jurnal itu, Cheng menyebutkan beberpa kemungkinan munculnya keluarga baru virus corona setelah wabah SARS yang melanda tahun 2003, Hal ini karena virus corona mudah mengalami rekombenasi genetik atau berubahan genom.
Prediksi yang datang 13 tahun sebelum pandemi corona meluas saja kita kualahan. Tentu kita tidak ingin menjadikan bencana sebagai komedi karena kembali gagal menghadapi bencana yang telah diprediksi.
Salah satu prediksi saintis paling terkenal dan perlu kita perhatikan adalah soal bencana iklim dari pemanasan global serta lubang ozon dan bencana kesehatan karena rilis zat berbahaya ke lingkungan.
Apakah kita akan membiarkan diri kita dilahap bencana lagi?
Sebab-sebab dari bencana iklim antara lain karena menyempitnya hutan hujan tropis sebagai paru-paru dunia, penggunaan bahan bakar fosil, dan perilisan zat kimia berbahaya pada lingkungan.
Hutan jujan tropis yang ada di dunia hanya tersisa di 3 wilayah, yakni di Amazon, Kongo dan Indonesia. Dengan jumlah yang tipis seperti itu, sebenarnya kita sebagai bangsa Indonesia punya potensi memiliki tabungan amal yang luar biasa besar, yakni menyediakan udara yang tetap berkualitas untuk dunia.
Sayangnya korporasi pelaku pembalakan hutan tampak tidak bergitu tertaik dengan amal itu. Bukannya melakukan perawatan hutan dan melakukan deforestasi hutan yang telah rusak, tiap tahun kita malah selalu mendengar kabar kebakaran hutan dan pembukaan lahan.
Jika pembabatan hutan terus dilakukan, bisa dibayangkan di tahun-tahun mendatang kita akan bersama-sama merasakan sesak nafas masal karena semakin tipisnya oksigen yang bisa dihirup.
Saat ini, yang terdampak sesak nafas adalah mereka yang daerahnya terkena asap hasil pembakaran hutan. Mereka para pembalak hutan saat ini masih bisa berlindung di dalam kotak ber-AC seraya menganggap tidak akan terjadi apa-apa.
Namun ketika paru-paru dunia yang menghasilkan oksigen untuk kita hirup semakin tipis, bernafas adalah suatu hal yang istimewa.
Selain penggundulan dan pembakaran hutan, bencana iklim juga terjadi karena ada zat kimia berbahaya yang dirilis ke atmosfer. Bisa dari cerobong jelaga industri yang merilis karbon monoksida dan particulate matter atau dari kegiatan kita menggunakan AC yang merilis cloro-floro-carbon (CFC).
Ironinya, kita yang hidup di daerah tropis yang menggunakan AC dan merilis CFC, tapi saudara kita yang ada di semenanjung kutup selatan yang merasakan. Karena CFC yang kita rilis tidak akan terus menerus ada di sekitar kita, ia bisa bergerak sesuai arah angin dan kondisi tekanan udara.
Sehingga, selaian kebiasaan fundamental yang kita lakukan untuk memutus penyebaran virus corona. Saat ini kita juga perlu bersiap melakukan tindakan fundamental untuk menjaga kondisi iklim kita. Bencana iklim kalau sudah parah banget ia akan bersifat irreversible alias tidak bisa kembali ke kondisi awal alias sudah tidak bisa disembuhkan.
Kalau atmosfer kita sudah sakit, saat itu juga akan dimulai proses penggurunan dunia.
Lebih mending virus, kita masih punya potensi menemukan vaksin. La kalau bencana iklim sudah kelewat parah, sudah tidak ada kemungkinan ia balik menjadi baik lagi.
Ini adalah kerja kolektif setiap umat manusia di bumi. Kita sudah kualahan menghadapi bencana biologis berupa virus corona. Tentu kita tidak ingin bencana yang lebih dasyat menyerbu kita. Sehingga perubahan fundamental untuk merawat iklim juga perlu kita seriusi.
Tidak melakukan pembalakan hutan, pembakaran hutan, sampai menggunakan AC dengan cukup. Selain itu, kita juga jangan terlalu sering menggunakan plastik sekali pakai, bukan hanya karena sumbernya yang tidak terbarukan dan produksinya membuang gas berbahaya, plastik juga akan meracuni banyak kehidupan kita jika dibuang sembarangan.
Karena kalau plastik dibuang sembarangan, plastik itu bisa hanyut ke laut, terapung berpuluh-puluh tahun di sana, kemudian menjadi mikroplastik lalu termakan tak sengaja sama ikan tuna. Ikan tuna yang memakan mikro plastik ditangkap nelayan kemudian diekspor ke Manchester.
Lalu ikan itu disantap pemain Manchester Unitad. Pemain Manchester United memakan mikroplastik dan terakumulasi di tubuhnya. Kemudian membuat kesehatan mereka menurun.
Dan akhirnya membuat MU semakin terpuruk, jangankan menang di laga pra-musim, bisa-bisa MU terancam degradasi. Tubuh rusak karena mikroplastik, lingkungan juga jadi tambah sumuk.
Ini sungguh berat sodara!